JAKARTA, Bantenhariini.id – Pengerahan massa atau unjuk rasa dalam pemilihan di sebuah negara demokrasi dinilai masih menjadi cara efektif untuk menggaet partisipasi pemilih. Padahal demokrasi harusnya bisa berjalan secara rasional, karena politik adalah dialog maka pengerahan massa menjadi pilihan terakhir dalam kamus demokrasi.
Hal itu disampaikan Karyono Wibowo selaku Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) dalam podcast Bincang Hari Ini Sultantv, Senin (11/11). Menurutnya , pengerahan massa atau mobilisasi massa dalam konteks pemilu atau pilkada diwadahi dengan kampanye resmi dan diatur dengan segala regulasi yang ada karena demokrasi mensyaratkan ketertiban. Dalam melakukan unjuk rasa tentunya tidak diwarnai dengan kekerasan, merusak fasilitas umum, dan membawa unsur SARA di dalamnya.
“Aksi unjuk rasa sejatinya dilindungi oleh undang-undang karena merupakan bagian dari cara menyampaikan pendapat, memiliki legitimasi dan dilindungi undang-undang namun perlu diingat dalam melakukan aksi unjuk rasa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada,” ujar Karyono.
Ia menjelaskan, regulasi bertujuan untuk menyelamatkan demokrasi, bukan membatasinya. Melalui penegakan prinsip-prinsip konstitusi harapanya segala tindakan yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik dan tidak menyimpang.“Demokrasi harus berjalan di atas rel konstitusi, demokraksi akan liar jika tidak diatur oleh perundang-undangan,” jelasnya.
Karyono juga menegaskan, sistem demokrasi serta sejarah lahirnya demokrasi di Indonesia. Perubahan mengenai kondisi politik diIndonesia yang kini berada dalam era keterbukaan memungkinkan lebih banyak transparansi dalam politik meskipun masih ada tantangan dan kendala yang terjadi.
Dalam akhir sesi wawancara, Karyono menegaskan hal yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia adalah demokrasi bukan democrazy. Demokrasi mensyaratkan kebebasan dalam menyuarakan aspirasi. “Demokrasi tanpa konstitusi maka bisa menimbulkan anarki,” pungkasnya
0 Comments